Kamis, 02 April 2020

Perempuan dan Pendidikan


Tunjangan Profesi dan Pertahanan Hidup Guru

Perempuan Sebagai Penggagas Kesadaran Pendidikan

Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Hampir seluruh dimensi kehidupan manusia terlibat dalam proses pendidikan. Melalui pendidikan yang intensif, masyarakat diharapkan mendapat bimbingan menjadi warga Negara yang semestinya sesuai perundan-undangan, memberi petunjuk tentang jenis kebutuhan hidup beserta pengelolaannya, menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah eksploitasi, menuntun masyarakat untuk melepaskan budaya yang kontra-produktif, memiliki wawasan luas, senantiasa mengembangkan potensi diri dengan kepribadian yang memuat nilai dan moral berdasarkan pancasila dan budaya leluhur yang dianut serta mengutamakan akhlak sesuai ajaran agama dalam menjalani kehidupan.
Dalam catatan sejarah, pendidikan bisa menjadi kekuatan yang dahsyat manakala digarap secara serius. Pendidikan mampu mengantarkan kemajuan ekonomi suatu bangsa, mengantarkan kemajuan sains dan teknologi modern, sebagai indikasi pertumbuhan peradaban yang tinggi dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dan perubahan peradaban yang semakin berkembang. Dengan demikian, pendidikan sebagai kegiatan yang terpusat pada pembangunan sumber daya manusia mampu mengangkat harkat, derajat, dan martabat bangsa. Seperti yang diungkapkan S. Nasution bahwa pendidikan dapat menentukan kedudukan, rasa harga diri, dan rasa ketentraman hidup. Pada akhirnya, semakin terdidik suatu bangsa maka semakin baik kondisi sosialnya.
Pendidikan di Indonesia kini makin mengalami kemunduran serta degradasi moral dan spiritual. Proses pendidikan makin dijauhkan dari pertimbangan sosial-religius sebagai idealisme yang ingin diwujudkan melalui pesan-pesan pancasila. Pendidikan kita makin diarahkan pada sifat-sifat materialistik, mengejar materi sebanyak-banyaknya dan menumpuk modal sebesar-besarnya sebagai jaminan ketahanan suatu lembaga pendidikan seolah atmosfer pendidikan menjadi beraroma ekonomis bahkan bisnis laksana dalam lembaga-lembaga perekonomian. Kapitaisme-liberalisme yang secara kolaboratif mempengaruhi dan menggeser kecenderungan pendidikan di Indonesia. Sehingga mengalami transformasi ke arah pribadi-pribadi yang individualistis-materialistis. Kemudian terefleksikan ke dalam sistem pendidikan yang digagas, kendalikan dan laksanakan.
Adanya kegagalan pendidikan nasional dan lebih parah lagi munculnya kasus-kasus yang bisa dikatakan skandal pendidikan memerlupan upaya serius untuk mengatasinya. Kesadaran pendidikan merupakan alternatif paling strategis. Tidak dapat dikatakan bahwa tanggung jawab pendidikan di Indonesia sepenuhnya diemban oleh pemerintah dan lemba pendidikan, melainkan semua pihak dan rakyat mestilah turut andil dalam pergerakan kemajuan pendidikan demi mencerdaskan anak-anak bangsa. Dibutuhkan kesadaran secara individual untuk merubah dan menggali potensi diri, mengembangkan pengetahuan serta senantiasa mau berkembang dalam berkontribusi di dunia pendidikan.
Di zaman peradaban ilmu, menuntut manusia untuk mengeyam pendidikan setinggi-tingginya untuk mencegah maupun mengejar ketertinggalan. Pendidikan tinggi, spesifikasi keahlian dan agama menjadi perbincangan dalam menciptakan sebuah peradaban. Tak ada yang membatasi seseorang untuk mengikuti pendidikan selama memiliki kemauan keras dalam dirinya. Salah satu hadits disebutkan bahwa “tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza Wajalla” (HR. Ar Rabii’). Maka seruan menuntut ilmu melalui jenjang pendidikan merupakan perintah dari Sang Khalik. Memulai dengan perbaikan ilmu dan pengetahuan dari diri sendiri kemudian disebarluaskan kepada orang lain dan orang saling berbagi, bahu-membahu dalam memperjuangkan serta merealisasikan pengetahuan dan keterampilannya kelak akan memajukan pendidikan bangsa.
Gagasan apapun yang melibatkan orang banyak untuk melakukan sesuatu, sebaiknya dimulai dari penggagas itu sendiri. Demikian pula gerakan membudayakan kesadaran pendidikan seharusnya dimulai oleh para pelaku pendidikan atau mereka yang mendapat kesempatan menimbah ilmu di jenjang pendidikan manapun. Upaya memulai dari diri sendiri dalam hal ini sebagai wujud komitmen, konsistensi dan konsekuensi dari seserorang yang mengharapkan timbuh suburnya budaya kesadaran pendidikan tinggi. Jerome S. Arcaro melaporkan “Masyarakat menuntut mutu pendidikan diperbaiki, tetapi enggan mendukung dunia pendidikan untuk mengupayakan perbaikan”. Indikasinya, mereka bersemangat menuntut pendidikan yang baik tetapi ketika mereka dihadapkan pada beban-beban baru sebagai prasyarat pencapaian tersebut, mereka menolak. Sekali lagi, masyarakat mestilah memiliki kesadaran, niat, dorongan untuk bersama-sama dalam memajukan pendidikan.
Jika dalam catatan sejarah terdahulu bahwa wanita tidak memiliki hak untuk mengikuti pendidikan, maka sekarang wanita mestilah bergerak dan bersemangat lebih giat lagi untuk manjadi pribadi berpendidikan setinggi-tingginya karena emansipasi antara wanita dan laki-laki telah terhapuskan khususnya mengikuti pendidikan. Tidak ada alasan untuk wanita menjadi agen perubahan, penggagas kesadaran pendidikan dalam lingkup keluarga, masyarakat yang kelak akan membangun perabadan bangsa yang maju dengan berkembangnya pendidikan. Wanita yang cerdas, berakhlak baik, berintelektual tinggi, berwawasan luas, memiliki kecakapan dan keterampilan serta kemampuan membawa diri dalam lingkungan sosial, akan membawa pengaruh besar dalam melahirkan dan menciptakan generasi-generasi yang mampu bersaing di era dunia percepatan.
Kesadaran pendidikan sejatinya dimulai atau diawali dalam lingkungan keluarga. Maka peran seorang ibu sebagai pendidikan pertama oleh anaknya dituntut untuk mampu menjadi pribadi yang siap dengan segala kemampuan dan ilmu yang dimilikinya. Pendidikan yang telah didapatkan seorang ibu, akan direalisasikan kepada anak-anaknya. Mendidik, membimbing, mengajarkan ilmu agama, nilai-nilai luhur, menjadi teladan dalam berperilaku dan berucap, memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan serta cara bersosialisai dengan masyarakat sangatlah dibutuhkan oleh anaknya. Bukankah kebahagiaan dan kebanggaan besar bagi seorang ibu, ketika anaknya menjadikan ibunya sebagai idola serta panutannya. Dengan demikian, wanita mestilah sadar akan pentingnya pendidikan yang terbaik untuknya karena kelak keluarga mereka berhak mendapat seorang ibu yang layak mengemban amanah dari Tuhan.
 Kutipan yang begitu menarik dari Moh. Hatta bahwa “Jika kamu mendidik satu laki-laki, maka kamu mendidik satu orang. Namun jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi”. Tersadarkah kita bahwa sesungguhnya dunia pendidikan begitu mengharapkan akan semua generasi terlebih pada perempuan untuk menjadi pribadi terdidik yang tentunya mengikuti pendidikan baik formal maupun informal. Terlebih dengan kondisi perkembangan anak-anak bangsa yang nantinya “daya saing” menjadi momok di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dengan segala tuntutan. Maka dari itu, perlunya wanita-wanita berpendidikan tinggi untuk menjadikan anak bangsa sebagai manusia mandiri, memiliki inisiatif dan kreativitas untuk menghasilkan karya-karya baru yang bisa disumbangkan kepada bangsa dan Negara yang tentu dapat bersaing di era global yang sarat persaingan ini.
Dunia akan terus berkembang, tidak menununggu siapa pun yang hanya berdiam diri tanpa melakukan perubahan dalam dirinya. Waktu menciptakan berbagai kondisi yang memaksa manusia untuk selalu berinovasi, memenuhi hasrat diri untuk tidak pernah puas atas segala pencapaiannya. Jadi tidak ada lagi alasan untuk tidak menjadikan diri sebagai pribadi yang mempuni dan siap untuk maju dengan segala potensi yang dimiliki. Usia dan gender bukanlah alasan untuk seseorang terus belajar atau menjadikan pendidikan sepanjang hayat dalam hidupnya sebagai prinsip yang harus dipegang teguh. Menjadikan diri sebagai wanita berintelektual, pencerahan bagi lingkungan terutama bagi keluarga diharapkan tidak membatasi dirinya untuk berkontribusi memajukan pendidikan dan sebagai penggagas kesadaran pendidikan menjadi yang utama.
Sarat mutlak mengikuti serta turut andil sebagai agen perubahan dalam memajukan dan mencerdaskan bangsa, tentunya dengan jembatan pendidikan dan wanita jangan pernah membatasi diri untuk berpendidikan hingga jenjang paling tinggi. Membentuk mindset bahwa kesadaran pendidikan memiliki potensi dahsyat dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan. Beraangkat dari keteladanan yang telah berusaha secara optimal membangun kesadaran pendidikannya sendiri. Maka langkah berikutnya adalah mensosialisasikan dan mempengaruhi orang-orang terdekat untuk melakukan hal yang sama. Pembudayaan kesadaran pendidikan di samping perlu diekspresikan secara terus-menerus juha seharusnya diekspresikan oleh orang-orang dalam jumlah yang semakin banyak. Mengharapkan keberhasilan yang baik sudah selayaknya para wanita sadar akan pentingnya pendidikan itu, perlunya penyebarluasan pendidikan dari satu keluarga oleh satu penggagas pendidkan begitu pula keluarga-keluarga lainnya bukan hal mustahil untuk mencapai keberhasilan tersebut.
Keberhasilan pendidikan menjadi modal strategis dalam mencapai kemajuan bangsa. Kemajuan ini menghasilkan kesejahteraan rakyat dan mengangkat martabatnya. Jadi, masa depan yang gemilang dapat diraih melalui kunci kesadaran pendidikan. Oleh karena itu, konsentrasi kita perlu diarahkan pada mekanisme membentuk atau membangun kesadaran pendidikan itu dan lebih jauh lagi, bagaimana membudayakan sehingga menjadi kebiasaan, sifat dan kepribadian sehari-hari. Apabila kesadaran pendidikan benar-benar telah membudaya dalam kehidupan mayoritas masyarakat Indonesia, keberhasilan pendidikan tidak lagi menjadi ekspetasi atau sekdar harapan, melainkan menjadi kenyataan yang hakiki.

Simak video berikut 😊😊😊😊😊


Tidak ada komentar:

Posting Komentar