Perempuan Sebagai Penggagas Kesadaran
Pendidikan
Pendidikan
merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Hampir seluruh dimensi kehidupan
manusia terlibat dalam proses pendidikan. Melalui pendidikan yang intensif,
masyarakat diharapkan mendapat bimbingan menjadi warga Negara yang semestinya
sesuai perundan-undangan, memberi petunjuk tentang jenis kebutuhan hidup
beserta pengelolaannya, menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah
eksploitasi, menuntun masyarakat untuk melepaskan budaya yang kontra-produktif,
memiliki wawasan luas, senantiasa mengembangkan potensi diri dengan kepribadian
yang memuat nilai dan moral berdasarkan pancasila dan budaya leluhur yang
dianut serta mengutamakan akhlak sesuai ajaran agama dalam menjalani kehidupan.
Dalam
catatan sejarah, pendidikan bisa menjadi kekuatan yang dahsyat manakala digarap
secara serius. Pendidikan mampu mengantarkan kemajuan ekonomi suatu bangsa,
mengantarkan kemajuan sains dan teknologi modern, sebagai indikasi pertumbuhan
peradaban yang tinggi dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dan
perubahan peradaban yang semakin berkembang. Dengan demikian, pendidikan
sebagai kegiatan yang terpusat pada pembangunan sumber daya manusia mampu
mengangkat harkat, derajat, dan martabat bangsa. Seperti yang diungkapkan S.
Nasution bahwa pendidikan dapat menentukan kedudukan, rasa harga diri, dan rasa
ketentraman hidup. Pada akhirnya, semakin terdidik suatu bangsa maka semakin
baik kondisi sosialnya.
Pendidikan
di Indonesia kini makin mengalami kemunduran serta degradasi moral dan
spiritual. Proses pendidikan makin dijauhkan dari pertimbangan sosial-religius
sebagai idealisme yang ingin diwujudkan melalui pesan-pesan pancasila.
Pendidikan kita makin diarahkan pada sifat-sifat materialistik, mengejar materi
sebanyak-banyaknya dan menumpuk modal sebesar-besarnya sebagai jaminan
ketahanan suatu lembaga pendidikan seolah atmosfer pendidikan menjadi beraroma
ekonomis bahkan bisnis laksana dalam lembaga-lembaga perekonomian.
Kapitaisme-liberalisme yang secara kolaboratif mempengaruhi dan menggeser
kecenderungan pendidikan di Indonesia. Sehingga mengalami transformasi ke arah
pribadi-pribadi yang individualistis-materialistis. Kemudian terefleksikan ke
dalam sistem pendidikan yang digagas, kendalikan dan laksanakan.
Adanya
kegagalan pendidikan nasional dan lebih parah lagi munculnya kasus-kasus yang
bisa dikatakan skandal pendidikan memerlupan upaya serius untuk mengatasinya.
Kesadaran pendidikan merupakan alternatif paling strategis. Tidak dapat
dikatakan bahwa tanggung jawab pendidikan di Indonesia sepenuhnya diemban oleh
pemerintah dan lemba pendidikan, melainkan semua pihak dan rakyat mestilah
turut andil dalam pergerakan kemajuan pendidikan demi mencerdaskan anak-anak
bangsa. Dibutuhkan kesadaran secara individual untuk merubah dan menggali
potensi diri, mengembangkan pengetahuan serta senantiasa mau berkembang dalam
berkontribusi di dunia pendidikan.
Di
zaman peradaban ilmu, menuntut manusia untuk mengeyam pendidikan
setinggi-tingginya untuk mencegah maupun mengejar ketertinggalan. Pendidikan
tinggi, spesifikasi keahlian dan agama menjadi perbincangan dalam menciptakan
sebuah peradaban. Tak ada yang membatasi seseorang untuk mengikuti pendidikan selama
memiliki kemauan keras dalam dirinya. Salah satu hadits disebutkan bahwa “tuntutlah
ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza
Wajalla” (HR. Ar Rabii’). Maka seruan menuntut ilmu melalui jenjang pendidikan
merupakan perintah dari Sang Khalik. Memulai dengan perbaikan ilmu dan
pengetahuan dari diri sendiri kemudian disebarluaskan kepada orang lain dan
orang saling berbagi, bahu-membahu dalam memperjuangkan serta merealisasikan
pengetahuan dan keterampilannya kelak akan memajukan pendidikan bangsa.
Gagasan
apapun yang melibatkan orang banyak untuk melakukan sesuatu, sebaiknya dimulai
dari penggagas itu sendiri. Demikian pula gerakan membudayakan kesadaran
pendidikan seharusnya dimulai oleh para pelaku pendidikan atau mereka yang
mendapat kesempatan menimbah ilmu di jenjang pendidikan manapun. Upaya memulai
dari diri sendiri dalam hal ini sebagai wujud komitmen, konsistensi dan
konsekuensi dari seserorang yang mengharapkan timbuh suburnya budaya kesadaran
pendidikan tinggi. Jerome S. Arcaro melaporkan “Masyarakat menuntut mutu
pendidikan diperbaiki, tetapi enggan mendukung dunia pendidikan untuk
mengupayakan perbaikan”. Indikasinya, mereka bersemangat menuntut pendidikan
yang baik tetapi ketika mereka dihadapkan pada beban-beban baru sebagai
prasyarat pencapaian tersebut, mereka menolak. Sekali lagi, masyarakat mestilah
memiliki kesadaran, niat, dorongan untuk bersama-sama dalam memajukan
pendidikan.
Jika
dalam catatan sejarah terdahulu bahwa wanita tidak memiliki hak untuk mengikuti
pendidikan, maka sekarang wanita mestilah bergerak dan bersemangat lebih giat
lagi untuk manjadi pribadi berpendidikan setinggi-tingginya karena emansipasi
antara wanita dan laki-laki telah terhapuskan khususnya mengikuti pendidikan.
Tidak ada alasan untuk wanita menjadi agen perubahan, penggagas kesadaran
pendidikan dalam lingkup keluarga, masyarakat yang kelak akan membangun
perabadan bangsa yang maju dengan berkembangnya pendidikan. Wanita yang cerdas,
berakhlak baik, berintelektual tinggi, berwawasan luas, memiliki kecakapan dan
keterampilan serta kemampuan membawa diri dalam lingkungan sosial, akan membawa
pengaruh besar dalam melahirkan dan menciptakan generasi-generasi yang mampu
bersaing di era dunia percepatan.
Kesadaran
pendidikan sejatinya dimulai atau diawali dalam lingkungan keluarga. Maka peran
seorang ibu sebagai pendidikan pertama oleh anaknya dituntut untuk mampu
menjadi pribadi yang siap dengan segala kemampuan dan ilmu yang dimilikinya.
Pendidikan yang telah didapatkan seorang ibu, akan direalisasikan kepada
anak-anaknya. Mendidik, membimbing, mengajarkan ilmu agama, nilai-nilai luhur,
menjadi teladan dalam berperilaku dan berucap, memberikan bekal pengetahuan dan
keterampilan serta cara bersosialisai dengan masyarakat sangatlah dibutuhkan
oleh anaknya. Bukankah kebahagiaan dan kebanggaan besar bagi seorang ibu,
ketika anaknya menjadikan ibunya sebagai idola serta panutannya. Dengan
demikian, wanita mestilah sadar akan pentingnya pendidikan yang terbaik
untuknya karena kelak keluarga mereka berhak mendapat seorang ibu yang layak
mengemban amanah dari Tuhan.
Kutipan yang begitu menarik dari Moh. Hatta
bahwa “Jika kamu mendidik satu laki-laki, maka kamu mendidik satu orang. Namun
jika kamu mendidik satu perempuan, maka kamu mendidik satu generasi”.
Tersadarkah kita bahwa sesungguhnya dunia pendidikan begitu mengharapkan akan
semua generasi terlebih pada perempuan untuk menjadi pribadi terdidik yang
tentunya mengikuti pendidikan baik formal maupun informal. Terlebih dengan
kondisi perkembangan anak-anak bangsa yang nantinya “daya saing” menjadi momok
di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dengan segala tuntutan. Maka dari itu,
perlunya wanita-wanita berpendidikan tinggi untuk menjadikan anak bangsa
sebagai manusia mandiri, memiliki inisiatif dan kreativitas untuk menghasilkan
karya-karya baru yang bisa disumbangkan kepada bangsa dan Negara yang tentu
dapat bersaing di era global yang sarat persaingan ini.
Dunia
akan terus berkembang, tidak menununggu siapa pun yang hanya berdiam diri tanpa
melakukan perubahan dalam dirinya. Waktu menciptakan berbagai kondisi yang memaksa
manusia untuk selalu berinovasi, memenuhi hasrat diri untuk tidak pernah puas
atas segala pencapaiannya. Jadi tidak ada lagi alasan untuk tidak menjadikan
diri sebagai pribadi yang mempuni dan siap untuk maju dengan segala potensi
yang dimiliki. Usia dan gender bukanlah alasan untuk seseorang terus belajar
atau menjadikan pendidikan sepanjang hayat dalam hidupnya sebagai prinsip yang
harus dipegang teguh. Menjadikan diri sebagai wanita berintelektual, pencerahan
bagi lingkungan terutama bagi keluarga diharapkan tidak membatasi dirinya untuk
berkontribusi memajukan pendidikan dan sebagai penggagas kesadaran pendidikan
menjadi yang utama.
Sarat
mutlak mengikuti serta turut andil sebagai agen perubahan dalam memajukan dan
mencerdaskan bangsa, tentunya dengan jembatan pendidikan dan wanita jangan
pernah membatasi diri untuk berpendidikan hingga jenjang paling tinggi.
Membentuk mindset bahwa kesadaran pendidikan memiliki potensi dahsyat dalam
mewujudkan keberhasilan pendidikan. Beraangkat dari keteladanan yang telah
berusaha secara optimal membangun kesadaran pendidikannya sendiri. Maka langkah
berikutnya adalah mensosialisasikan dan mempengaruhi orang-orang terdekat untuk
melakukan hal yang sama. Pembudayaan kesadaran pendidikan di samping perlu
diekspresikan secara terus-menerus juha seharusnya diekspresikan oleh
orang-orang dalam jumlah yang semakin banyak. Mengharapkan keberhasilan yang
baik sudah selayaknya para wanita sadar akan pentingnya pendidikan itu,
perlunya penyebarluasan pendidikan dari satu keluarga oleh satu penggagas
pendidkan begitu pula keluarga-keluarga lainnya bukan hal mustahil untuk
mencapai keberhasilan tersebut.
Keberhasilan
pendidikan menjadi modal strategis dalam mencapai kemajuan bangsa. Kemajuan ini
menghasilkan kesejahteraan rakyat dan mengangkat martabatnya. Jadi, masa depan
yang gemilang dapat diraih melalui kunci kesadaran pendidikan. Oleh karena itu,
konsentrasi kita perlu diarahkan pada mekanisme membentuk atau membangun
kesadaran pendidikan itu dan lebih jauh lagi, bagaimana membudayakan sehingga
menjadi kebiasaan, sifat dan kepribadian sehari-hari. Apabila kesadaran
pendidikan benar-benar telah membudaya dalam kehidupan mayoritas masyarakat
Indonesia, keberhasilan pendidikan tidak lagi menjadi ekspetasi atau sekdar
harapan, melainkan menjadi kenyataan yang hakiki.
Simak video berikut 😊😊😊😊😊